
And when comes to Indonesian Culinary, begitu banyak yang belum kita kenal. Salah satunya adalah mengenai “place of origin”. Contohnya: kita disini jika menyebut singkong, ya hanya singkong. Sementara orang Singapore menyebut scallop lengkap dengan nama place of origin-nya, Hokkaido Scallop. Lalu mengapa place of origin itu begitu penting? Mengapa juga harus kita pelajari?
Pada saat kita mulai mempertimbangkan bahwa place of origin memiliki aspek yang begitu penting, saat itu jugalah kita tidak hanya memasukkan makanan ke dalam mulut untuk mengecap dan menelannya, kita seperti dipaksa untuk mengetahui betapa setiap makanan memiliki ciri khas rasa yang berasal kondisi geografis tanahnya, kandungan mineral dalam tanah, serta kondisi iklim. Yang kedua, mengapa harus kita pelajari? Kita orang Indonesia, kadang terlalu malas untuk mengedukasi diri sendiri. Negeri kita dilimpahi begitu banyak varian sayuran, rempah dan buah, inilah yang kemudian membuat kita bersikap take if for granted atau kurang menghargai. Kita tidak tahu makanan yang tersedia di piring kita berasal dari mana, kita biasanya cuma tahu ‘enak’ dan ‘tidak enak’. Tanpa disadari kita membatasi diri kita dari pengenalan lebih dalam tentang makanan. Klasifikasi makanan tentu saja berasal variasi rasa dan teksturnya, dan semua itu tentu saja berasal dari latar belakang place of origin. Seperti wine, dengan berbagai taste serta aromanya, belum lagi termasuk the after-taste yang mereka tinggalkan di rongga mulut kita. Mengapa? Lagi-lagi jawabannya adalah place of origin. Yang menjadi begitu penting, yaitu dengan bekal mengetahui latar belakang place of origin sebuah makanan, kita dapat mengatur penyesuaian menu agar bobot rasa masing-masing makanan tidak tumpang tindih dan tidak berkompetisi untuk saling mendominasi. Mengatur bumbu apa yang sesuai dengan rasa makanan juga merupakan hal yang harus kita kuasai. Karena tekstur makanan perlu beradaptasi dengan bobot rasa bumbu yang akan digunakan untuk membalutnya.

Jangan pernah takut mencoba hal-hal yang berada di luar jangkauan kita, apalagi dalam dunia kuliner yang dikenal tanpa batas. After all, bahkan seorang Pablo Picasso konon pernah berkata “Everything you can imagine, is real.”
Inspiratif, oom, tulisannya, terima kasih. Berguna sekali. Saya kini semakin "mengerti" bagaimana cara memperlakukan makanan dengan baik.
ReplyDeleteSaya ini hanya gemar saja memasaknya, oom, bukan keahlian. Jadi seringkali saya memasak tanpa mempertimbangkan dengan teliti mengenai takaran-takarannya. Saya hanya menggunakan feeling. Apakah cara itu kurang tepat?
Dan apakah lidah kita bisa dilatih untuk mengenali perbedaan bahan-bahan dari mana saja berasalnya?